Don't Show Again Yes, I would!

Mitos Putri Duyung Dan Kisah Tragisnya

Mitos Putri Duyung Dan Kisah Tragisnya

Mendengar kata mitos putri duyung apa yang akan kalian bayangkan? Apakah perempuan cantik yang memiliki ekor ikan? Atau film kartun berjudul The Little Mermaid karya Hans Christian Andersen. Film yang berkisah tentang cerita cinta putri duyung kepada seorang pangeran yang dia selamatkan ketika kapalnya karam di lautan. Menurut sang putri salah satu cara agar mereka bisa hidup bersama adalah dengan mengubah ekor ikannya menjadi kaki serupa manusia.

Demi cinta tersebut, putri duyung kemudian menemui penyihir laut untuk meminta pertolongan. Sang penyihir mau membantu mengubah ekor putri menjadi kaki, namun ketika cintanya tidak dibalas oleh pangeran dalam waktu tertentu maka sang putri akan berakhir menjadi buih.

Kisah berlanjut tentang kehidupan sang putri yang berhasil mengubah ekornya menjadi kaki. Malang untuk sang putri, ternyata pangeran telah menemukan perempuan lain yang merawatnya usai diselamatkan oleh sang duyung. Sampai akhirnya karena cintanya tersebut sang putrid berakhir menjadi buih di lautan.

Kisah tragis tersebut merupakan salah satu jelmaan imajinasi manusia tentang sosok putri duyung. Mahkluk setengah manusia dan setengah ikan ini dipercaya sebagai putri duyung oleh beberapa Negara. Mitos mengenai serita putri duyung memang banyak. Namun, ada satu benang merah yang mengikatnya, yakni tentang kepercayaan terhadap bentuk setengah manusia dan setengah perempuan cantik tersebut.

Mitos Putri Duyung Di Assyria

Sifat yang ditanamkan dalam setiap mitos memang berbeda-beda. Beberapa mempercayai bahwa putri duyung memiliki sifat yang baik hati, namun tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa putri duyung merupakan mahkluk jahat yang kerap menyesatkan pelaut. Mitos tentang keberadaan putri duyung yang berbada setengah manusia dan ikan ini ditemukan di Assyria.

Kisah berawal dari seorang Dewi Atargis (dipercaya sebagai dewi kesuburan). Dewi Atargis ini kemudian jatuh cinta pada seorang penggembala. Malang nasib bagi si penggembala yang kemudian harus mati di tangan Dewi Atargis. Tak bisa menahan malu atas kejadian tersebut, kemudian memaksa Dewi Atargis menceburkan diri ke danau. Berharap bisa mengubah tubuhnya menjadi ikan, namun air danau ternyata tidak bisa mengubah seluruh badan sang Dewi sepenuhnya menjadi ikan. Hanya pinggang ke bawah saja yang berubah menjadi ikan, sedangkan pinggang ke atas masih berwujud perempuan cantik.

Dewi Atargis dulunya dipercaya berasal dari telur suci yang di bawa dari lautan ke daratan. Dewi Atargis sendiri memiliki banyak kisah. Salah satunya dipercaya sebagai Dewi kesuburan yang di sembah. Ikan dan burung merupakan hewan yang sakral untuknya.

Putri duyung juga biasa di sebut Naides. Penyebutan ini berdasarkan pada lelembut penghuni mahkluk penghuni laut. Bangsa Yunani merupakan yang paling percaya bahwa putri duyung memiliki kekuatan positif dan dipercaya dapat menyembuhkan dan sebagai simbol kesuburan. Tidak heran jika kemudian Naides ini disembah. Hal tersebut pula yang menyebabkan gereja-gereja Eropa pada pertangahan abad menanggapi serius tentang mitos putri duyung yang beredar tersebut.

Gereja-gereja tersebut kemudian mengkaitkan putri duyung dengan isu moral. Kemolekan putri duyung dijadikan pelajaran untuk manusia bahwa mereka hanya akan dijauhkan dari keselamatan. Keindahan putri duyung akan membawa pada celaka saja (hal tersebut juga berkaitan dengan kepercayaan putri duyung sebagai pengecoh pelaut yang berakhir pada kematian).

Ketika dikaji berdasarkan baik-buruknya, maka putri duyung dianggap sebagai simbol yang mengingatkan manusia untuk tidak mudah terpedaya pada keindahan duniawi saja. Gereja-gereja tersebut ada juga yang kemudian mengukir hiasan dinding atau memajang lukisan putri duyung sebagai pengingat untuk selalu menghindarinya.

Mitos Putri Duyung Di Yunani

Mitos lain datang dari Yunani. Menurutnya ada kehidupan setelah manusia meninggal. Hal tersebut terjadi pada adik Alexander Agung, Thessalonike. Adik Alexander Agung ini diketahui telah meninggal dunia. Setelah kematiannya, Thessalonike kemudian berubah menjadi ikan duyung dan hidup di laut Aegea. Selama hidupnya di lautan, Thessalonike selalu menganggu pelaut yang melintas daerah tersebut.

Thessalonike mengganggunya hanya untuk dapat mengetahui kabar kakaknya, Alexander Agung saja. Namun, kabar yang di dengarnya harus merupakan kabar baik. Jika kabar yang di bawa para pelaut itu buruk (walau sebenarnya), maka sang putri duyung akan berubah menjadi Gorgon, mahkluk yang mengerikan, dan akan mencelakai mereka. Tidak heran jika para pelaut ini bertemu dengan putri duyung ini mereka selalu menjawab bahwa kabar Alexander Agung baik-baik saja dan dia masih berkuasa. Hal tersebut akan membuat putri duyung Thessalonike merasa senang dan tidak akan menganggu pelaut tersebut.

Kepercayaan tentang cerita duyung yang suka mencelakai pelaut ini juga ditulis oleh Beatrice Phillpots (dalam buku berjudul Mermaid-1980) yang menyatakan bahwa putri duyung merupakan mahkluk yang dianggap berbahaya untuk pelaut. Pasalnya, putri duyung ini selalu memperdaya pelaut untuk bisa dibawanya ke dasar lautan lalu diambil jiwanya dan dibunuh.

Cerita tentang putri duyung yang memiliki tubuh setengah manusia dan setengah ikan ini juga dipercaya oleh Christoper Columbus. Ketika berada di pantai Haiti, dia mencatat (dalam buku hariannya) pada tanggal 9 Januari 1493 dia melihat 3 putri duyung di atas permukaan air. Dia menuliskan bahwa putri duyung tersebut tidak secantik yang dilukiskan selama ini. Walaupun tubuhnya memang serupa dengan setengah manusia dan ikan, putri duyung tersebut malah lebih menyerupai laki-laki dan memiliki tubuh hampir sama dengan salah satu kru kapalnya.

Pandangan Mitos dan Ilmiah Putri Duyung

Mitos merupakan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat untuk menjelaskan fenomena alam semesta. Biasanya hal tersebut berkaitan dengan dewa-dewa atau hal-hal mistis yang tidak bisa dibuktikan dengan kasat mata. Mitos ini dibuat dari mulut ke mulut dan dipercaya oleh mayarakat dengan melihat kejadian-kejadian yang dianggap terjadi. Salah satunya dengan mitos putri duyung yang memiliki badan setengah manusia dan hewan ini. Kemudian cerita-certita tentang keberadaannya dijelaskan dengan banyak versi. Hal tersebut sesuai dengan kebudayaan yang mempengaruhinya.

Putri duyung yang memiliki tubuh setengah manusia dan hewan ini dijelaskan oleh pada ilmuwan sebagai seekor hewan mamalia yang memiliki tubuh hampir sama dengan manusia. Ikan tersebut bernama Dugong dan Manatee. Hal tersebut hanya karena ikan tersebut memiliki payudara yang menonjol di bagian depan, serta mulut yang lebih lebar. Selain itu cara ikan-ikan ini menyususi anaknya juga mirip seperti manusia yang memangku anaknya saat menyusui.

Para ilmuwan percaya hewan tersebutlah yang dimaksud oleh beberapa pelaut tentang putri duyung, termasuk yang ditemui Columbus di Pantai Haiti. Kemiripan yang dibuat pelaut ini juga dipengaruhi oleh psikologis para pelaut yang lama hidup diantara air dan hasrat biologisnya. Jadi ketika melihat seekor ikan yang tubuhnya memang menyerupai bentuk tubuh perempuan tersebut membuatnya menafsirkan bahwa ikat tersebut memiliki tubuh setengeh manusia dan ikan. Padahal hal tersebut karena terjadinya evolusi dunia air.

Mitos memang harus terus dijaga sebagai kekayaan budaya suatu daerah. Bukankah tempat yang kuat dengan mitos memiliki daya tarik sendiri untuk dikunjungi dan menjadikannya misterius. Keinginan manusia untuk dapat membuktikan mitos dan dapat diterima secara pengetahuan, memaksa manusia untuk melakukan berbagai penelitian tentangnya. Hal tersebut berarti mitos dapat dijadikan salah satu pendorong berkembangnya ilmu pengetahuan.

Share:

Mangaip

Halo perkenalkan nama saya Mangaip. Saya merupakan konten kreator, influencer, dan penulis di blog ini. Jangan lupa ikuti kami di Google News. Gabung juga ke channel Telegram untuk mendapatkan terbaru Gabung Telegram ya Bestie!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *