Membangun karakter dalam pendidikan Sekolah Dasar adalah penting. Hal tersebut, sekarang ini sedang dikembangkan pada tiap jenjang pendidikan, termasuk Sekolah Dasar (SD).
Meskipun masih menimbulkan pro dan kontra, namun salah satu hal yang harus diapresiasi pada kurikulum 2013 Pendidikan Nasional adalah mengedepankan pembangunan karakter pada siswa didik, terutama pada jenjang sekolah dasar.
Dalam konsep kurikulum 2013, sebagian mata pelajaran digabung atau dihilangkan, dan akan lebih ditebalkan pada masalah pembentukan karakter. Peserta didik tidak lagi dibebani dengan seabrek mata pelajaran dan setumpuk buku, tetapi lebih kepada pendidikan budi pekerti yang membangun watak atau karakter.
Setiap guru mata pelajaran juga wajib menyelipkan pendidikan karakter pada mata pelajaran yang disajikannya. Dalam konsep kurikulum ini, urusan pembinaan budi pekerti dan akhlak tidak hanya dominasi atau milik guru dan mata pelajaran agama saja, tetapi menjadi milik dan tanggung jawab semua guru dan mata pelajarannya.
Anak didik pada tingkatan Sekolah Dasar, belum waktunya dibebani dengan setumpuk teori, hitungan, hafalan, logika dan lain-lain. Anak usia sekolah dasar hendaknya dibentuk dengan persentase pengembangan otak kanan yang utama.
Mungkin ini pantas dengan apa yang dikatakan Theodore Roosevelt, yaitu “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”. Menurut Roosevelt, mendidik seseorang dengan aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral yang merupakan ancaman bahaya kepada masyarakat.
Pondasi Pembangunan Karakter pada Pendidikan Sekolah Dasar
Agar bangunan yang bernama ‘karakter’ itu kuat, maka mutlak diperlukan adanya pondasi sebagai penopang utama bangunan itu. Jika pondasinya kuat, maka seluruh bangunan juga akan kokoh berdiri. Akarnya harus kuat, maka pohon itu akan tangguh walau diterpa angin besar.
Founding Fahter India, Mahatma Gandhi pernah berkata “Jika India ini sebuah rumah, maka akan kubiarkan jendela-jendela dan pintu-pintunya terbuka. Biarkan angin masuk kedalam atau melewatinya, tetapi jangan harap rumah ini akan roboh karenanya”.
Mahatma Gandhi memahami betul, bahwa karakter yang kuat dari bangsanya tidak akan pernah bisa dirobohkan oleh pengaruh dari luar. Lalu, apa yang dimaksud dengan pondasi itu? Pondasi itu adalah ‘kebiasaan’. Tanamkan berbagai kebiasaan yang baik pada anak didik.
1. Kebiasaan Menepati Waktu Sekolah
Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar adalah ladang yang tepat untuk menanamkan berbagai kebiasaan baik. Membiasakan menepati waktu adalah salah satunya. Tepat waktu datang ke sekolah, tepat waktu istirahat, tepat waktu masuk kembali ke kelas, tepat waktu saat mengerjakan ujian, tepat waktu pulang, dan lain-lain.
2. Kebiasaan Menepati Janji
Menepati janji bersama atau janji individu adalah penting bagi pembentukan karakter. Dalam pola pendidikan dan pengajaran, keduanya bisa digabungkan menjadi satu. Sebagai contoh, guru bisa memberikan Pekerjaan Rumah (PR) pada siswanya, lalu buat kesepakatan dengan siswa, kapan PR itu akan dikumpulkan.
Dalam hal ini tidak selamanya penentuan batas waktu pengumpulan PR itu ditentukan guru. Dengan kesepakatan itu, siswa akan merasa memiliki andil dalam keputusan yang harus dijalankan dan ditepatinya. Dalam ilmu kurkikulum itu disebutnya Tugas Mandiri Tak Terstruktur.
3. Kebiasaan Berseragam Lengkap dan Rapih
Berseragam ke sekolah adalah hal yang sudah lazim, tetapi apakah sudah rapih dan lengkap seragam yang digunakan siswa? Ini bisa menjadi bahan pembelajaran pembentukan karakter pendidikan Sekolah Dasar. Guru, setiap hari hendaknya memeriksa kelengkapan dan kerapihan seragam yang dikenakan siswa.
Lihat atribut pada baju apakah sudah ada dasi, logo Sekolah Dasar di saku, nama siswa, dan nama Sekolah Dasar pada lengan kanan baju siswa, dan lain-lain.
Kelengkapan dan kerapihan seragam ini terutama harus diperhatikan pada saat upacara bendera. Apa yang harus dilakukan guru, jika ada siswa yang seragamnya tidak rapi dan tidak lengkap? Jangan langsung dimarahi, beri dia peringatan secara persuasif, buat perjanjian lisan terlebih dahulu antara guru dan siswa.
Perjanjian di mana siswa akan memperbaikinya. Berilah siswa kesempatan waktu, satu, atau dua hari atau bergantung kesanggupannya, untuk memperbaiki kesealahannya itu. Hal ini sekaligus akan kembali menanamkan kebiasaan menepati janji di atas.
4. Kebiasaan Tertib di Kelas
Tertib di kelas tidak berarti sama sekali tidak ada gerakan, tidak ada suara kecuali suara guru. Tertib tidak berarti harus kaku. Tertib di sini lebih kepada pada pembagian porsi masing-masing. Siswa dibiasakan tidak berbicara ketika guru sedang menerangkan, tetapi diberi kesempatan untuk bertanya jika ada hal yang tidak atau belum difahami.
Bukalah media diskusi antara guru dan siswa. Ingat, bukan debat, tetapi diskusi yang konstruktif. Ketika hendak ke luar kelas saat pelajaran berlangsung, biasakan siswa mengacungkan tangan dan meminta ijin lisan pada guru.
Upayakan agar siswa tidak bermain-main di kelas saat pelajaran berlangsung, jalan-jalan tanpa keperluan, mengganggu teman, lempar-lemparan, bercanda ke sana ke mari. Berikan pengertian pada siswa bahwa bermain itu ada waktunya, yaitu pada saat istirahat.
5. Kebiasaan Jujur dan Bertanggungjawab
Kejujuran itu adalah mata uang yang berlaku di mana-mana, kata pepatah barat. Kebiasaan untuk jujur dan bertanggunjawab bisa diterapkan dalam praktek sederahana. Misalnya, sekolah membuka kantin kejujuran. Siswa yang mengambil makanan dari kantin, dipersilahkan membayar sendiri dan mengambil kembalian sendiri.
Atau pada praktek lain, misalnya siswa sesi tertentu di kelas, siswa diajarkan untuk mengutarakan unek-unek apapun yang ada dalam hati dan benaknya. Berikan siswa kebebasan untuk jujur pada teman, guru, dan pada dirinya sendiri.
Jika ada hal-hal yang menyangkkut pribadi, praktek mengungkapkan unek-unek itu bisa dilakukan secara private antara satu orang guru dengan satu orang siswa, yang tentunya guru laki-laki dengan siswa laki-laki, dan guru wanita dengan siswa wanita.
Tiang atau Kerangka Karakter
Jika pondasinya sudah kuat, maka langkah berikutnya adalah membangun rangka atau kerangka rumah ‘karakter’. Apa yang dimaksud dengan kerangka atau rangka karakter? Ia adalah ‘latihan jasmani’. Melalui mata pelajaran Olahraga dan Kesehatan Jasmani, atau biasa disebut Penjaskes, lambat laun karakter orang bisa dibentuk.
Bukan hanya membantuk fisiknya, tetapi Penjaskes ini berpengaruh pada pembentukan karakter. Kelenturan fisik, kebiasaan menggerakan anggota tubuh atau raga dalam kurun waktu tertentu, akan membantu kelancaran peredaran darah.
Lancarnya peredaran darah mengakibatkan tubuh menjadi sehat, dan kesehatan tubuh itu membuat seseorang mudah dibentuk karakternya. Masih ingatkan pepatah latin bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat? Selain itu, hampir setiap cabang olahraga mengandung unsur pendidikan karekter, seperti kejujuran, kebersamaan, kedisiplinan, menghargai, dan lain-lain.
Atap Karakter
Jika pondasi sudah kuat, rangka sudah terpasang, maka langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah melindungi pondasi dan rangka bangunan karaket itu dengan atap. Apa yang dimaksud dengan atap di sini? Dia adalah ‘Reward dan Punishment’. Beri siswa penghargaan, jika ia sudah melakukan kebiasaan-kebiasaan baik.
Penghargaan tidak selalu harus dalam bentuk uang, hadiah, atau piagam, tetapi bisa dalam bentuk pujian dan pujian itu diberitahukan pada teman-temannya, agar menjadi contoh yang baik. Jika siswa melakukan kesalahan, berikan ia hukuman yang mendidik, bukan hukuman yang menyiksa.