Don't Show Again Yes, I would!

Sejarah Dan Makna Maulid Nabi Muhammad SAW

Sejarah dan makna Maulid Nabi Muhammad SAW
Table of contents: [Hide] [Show]

Salah satu makna maulid Nabi Muhammad SAW yang selalu ditekankan adalah bahwa umat Islam agar selalu meneladani segala sesuatu yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya. Hal ini karena Nabi Muhammad merupakan nabi terakhir yang diyakini merupakan penyempurna segala ajaran yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Kecintaan pada Nabi Muhammad SAW ini, merupakan kewajiban setiap umat Islam yang mengakui bahwa Muhammad adalah Rasul utusan Allah. Meski demikian, rasa cinta ini tidaklah bisa disamakan dengan rasa cinta kita pada sesama manusia lain. Meski pun dalam kenyataannya, Nabi Muhammad juga merupakan sosok manusia sebagaimana kita.

Sejarah dan makna Maulid Nabi Muhammad SAW -2

Hal ini karena kecintaan pada Nabi Muhammad bukan sekedar mencintai secara fisik semata. Namun juga harus dengan wujud mencintai pada ajaran agama yang dijadikan sebagai dasar keimanan seseorang untuk meyakini kebenaran ajaran Muhammad. Dalam hal ini, kecintaan pada Nabi Muhammad merupakan salah satu bagian dari ibadah. Inilah yang selalu ditekankan dan menjadi tujuan makna maulid Nabi Muhammad SAW.

Allah sendiri memerintahkan umat Islam untuk mencintai nabi Muhammaad. Hal sesuai dengan perintah Allah dalam Al Qur’an surat Al A-raf ayat 157 yang isinya memerintahkan manusia untuk mengimani, memuliakan, menolong dan mengikuti segala apa yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad. Dan bagi mereka yang melakukannya, digolongkan sebagai orang-orang yang beruntung. Inilah penegasan yang disampaikan Allah kepada manusia agar mau beriman kepada Nabi Muhammad SAW.

Penjelasan mengenai posisi Nabi Muhammad sendiri ditegaskan ulang dalam surat Al Qur’an lainnya. Hal ini ditemukan pada QS. Al Ahzab ayat 6 yang berbunyi “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri”. Penegasan ini menunjukkan bahwa meski pun Nabi Muhammad juga seorang manusia, namun diantara umat lainnnya memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Kecintaan pada Nabi Muhammad, merupakan kecintaan yang paling utama dimiliki oleh seorang umat Islam, setelah kecintaan pada Allah SWT. Hal ini pernah ditegaskan dalam sebuah riwayat, ketika Umar Bin Khattab menyatakan bahwa Nabi Muhammad merupakan nama yang paling dicintainya setelah dirinya sendiri. Namun, akan hal ini diluruskan oleh Nabi Muhammad, yang menyatakan bahwa, kecintaan pada Nabi adalah sesuatu yang paling utama dibanding hal lain termasuk mencintai diri sendiri.

Mendengar hal tersebut, Umar bin Khattab menjawab, bahwa jika demikian berarti bahwa kecintaan pada Nabi Muhammad merupakan yang paling utama, termasuk lebih daripada mencintai dirinya sendiri. Setelah Umar bin Khattab menyatakan hal itu, Nabi menjawab, “Hal itu memang benar”.

Sejarah dan makna Maulid Nabi Muhammad SAW -3

Kisah tersebut menunjukkan bahwa kecintaan pada Nabi merupakan hal yang harus diutamakan dan diprioriaskan oleh sesorang umat Islam. Demikian pula, kecintaan ini bukanlah sebuah pilihan dimana umat Islam boleh mencintai atau tidak. Namun sebaliknya, kecintaan tersebut sifatnya wajib dan harus dimiliki oleh semua umat Islam. Karena rasa cinta pada Nabi Muhammad merupakan inti dari iman seseorang. Rasa cinta tersebut pun harus lebih besar dari rasa cinta apapun atas segalanya, termasuk kecintaan seseorang akan dirinya sendiri atau juga keluarganya.

Rasa cinta seorang umat Islam pada Nabi Muhammad ini tidak bisa hanya diucapkan saja. Namun, yang paling utama adalah harus disertai dengan pembuktian nyata sebagai bentuk kesungguhan rasa cinta tersebut. Bukti nyata ini antara lain dengan menjadi pengikut ajaran Nabi Muhammad yang disertai dengan ketaatan menjalankan segala perintah, melaksanakan petunjuk dan juga menjauhi apa yang tidak dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW. Selain itu, rasa cinta ini ditunjukkan dengan mengakui kebenaran atas setiap perkataan, ucapan dan semua sabda Nabi Muhammad. Termasuk dalam hal ibadah,yaitu hanya menjalankan ibadah sesuai dengan apa yang diperintahkannya dan sesuai dengan syariat.

Hal ini adalah sebuah wujud cinta yang sejati, terutama cinta dari umat pada Nabi yang diyakini mampu memberikan petunjuk kebenaran dan keselamatan. Hal ini bukan hanya untuk kepentingan manusia di dunia, namun juga pada kehidupan setelah di dunia ini. Cinta pada nabi, merupakan cinta yang sejati dan harus bisa diwujudkan tanpa adanya pamrih apapun kecuali untuk mendapatkan keselamatan.

Itulah mengapa kita perlu memahami bahwa untuk menunjukkan rasa cinta ini bukan hanya dengan cara merayakannya saja.Terlebih pada apa yang dilakukan umat Islam sekarang ini, yang menganggap bahwa dengan merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad dalam peringatan Maulid Nabi tersebut dianggap sudah menunjukkan kecintaan pada Amirul Mukminin tersebut.

Karena pada dasarnya, ajaran tentang maulid Nabi Muhammad SAW ini tidak pernah dilakukan oleh para sahabat nabi. Jika memang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini merupakan sebuah ajaran dan menciptakan pahala besar bagi yang melaksanakannya, maka para sahabat pasti sudah terlebih dahulu melaksanakannya. Karena, pada dasarnya tidak ada kelompok manusia yang memiliki kecintaan melebihi kecintaan para sahabat yang pernah melihat secara langsung Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya. Namun dalam kenyataannya, para sahabat sendiri tidak pernah melaksanakan acara tersebut hingga mereka wafat.

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW

Sejarah dan makna Maulid Nabi Muhammad SAW -1

Hal mendasar yang perlu diketahui oleh umat muslim adalah mengenai awal mula tradisi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini berlangsung. Dalam sejarahnya, kalangan pertama yang menyelenggarakan kegiatan tersebut adalah para pengikut mashab Bathiniyyah. Namun, mereka mengadakan kegiatan peringatan maulid Nabi Muhammad bukan atas dasar rasa cinta pada Nabi Muhammad, namun lebih pada sebuah tujuan politis.

Pertama kali, acara maulid Nabi adalah Bani Ubaid al Qaddaah atau yang dikenal al Fathimiyyun. Acara ini diselenggarakan pada abad 4 Hijriyah, setelah kepindahan dinasti Fathimiyyah dari Maroko ke Mesir tahun 362 H.

Tujuan penyelenggaraan maulid Nabi Muhammad sendiri sebagai cara menarik simpati masyarakat. Hal ini karena masyarakat Mesir pada saat itu berada dalam kondisi lemah, dan dipaksa untuk masuk ke mazhab Bathiniyya yang ajaran akidahnya cukup menyimpang dari Islam.

Salah satu buktinya adalah bahwa penguasa Fatimiyyun sering menyenggarakan banyak perayaan setiap tahunnya. Salah satunya menyelenggarakan maulid Nabi Muhammad tersebut. Meski demikian mereka juga mengadakan peringatan hari raya kaum Majusi serta nasrani. Misalnya hari Nauruz atau tahun baru Parsia, hari Al Ghottis, hari Natal serta hari Khamisul Adas atau tiga hari sebelum paskah.

Dalam ajaran agama Islam sendiri, tidak ditemukan sebuah perintah yang dijadikan landasan hukum sebagai pelaksanaan acara Maulid Nabi Muhammad SAW ini. DI sisi lain, tiga generasi pertama Islam yang disebut sebagai kaum terbaik sepanjang sejarah Islam, tidak pernah menyelenggarakan kegiatan tersebut. Akibatnya, sebagian ulama menyatakan bahwa kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad ini sebagai salah satu bid’ah.

Meski begitu, di sisi lain ada juga sebagian ulama yang menyatakan bahwa peringatan maulid nabi Muhammad ini adalah sebuah inovasi yang baik. Yang paling utama adalah bahwa dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak disertai dengan kemungkaran. Karena dalam makna Maulid Nabi Muhammad SAW ini antara lain mengajak manusia untuk mengingat kembali jejak perjuangan dan perintah nabi Muhammad.

Dan yang paling penting adalah, pelaksanaan kegiatan ini tidak perlu dilakukan dengan berlebihan sehingga mengesankan lebih pada kegiatan hura-hura semata. Karena perbuatan yang berlebihan merupakan perbuatan yang disukai setan dan bukan ajaran Islam.

Oleh karena itu, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini harus dikembalikan kepada ajaran Islam. Yaitu bagi yang meyakini untuk melaksanakannya, hendaknya jangan dilakukan dengan berlebihan apalagi sampai memaksakan diri. Yang lebih penting tidak menjadikannya sebagai media untuk berbuat yang dilarang agama. Dan bagi yang meyakini untuk tidak melaksanakannya, hendaknya mampu memberikan pemahaman dengan baik agar tercipta keselarasan hidup. Bukan dengan cara saling memaksakan kehendak dan merasa diri paling benar.

Share:

Mangaip

Halo perkenalkan nama saya Mangaip. Saya merupakan konten kreator, influencer, dan penulis di blog ini. Jangan lupa ikuti kami di Google News. Gabung juga ke channel Telegram untuk mendapatkan terbaru Gabung Telegram ya Bestie!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *