Tempuh PascaSarjana Sebagai Pendongkrak Karir. Selepas lulus SMA, tentu kita dihadapkan pada pilihan untuk meneruskan jenjang studi atau karir. Bagi yang memutuskan studi berarti masuk perguruan tinggi sesuai dengan jurusan dan minat studi. Rencana jurusan dan minat studi yang dipilih hendaknya tidak hanya sampai di tingkat sarjana saja. Hal itu karena jenjang setelah sarjana masih ada lagi yaitu pascasarjana. Urutan jenjang selanjutnya yaitu program doktoral.
Pascasarjana – Pemilihan Jurusan Harus Disesuaikan dengan Minat dan Kemampuan
Setiap kita memilih jurusan dan minat studi, sebaiknya harus sesuai dengan kemampuan dan ke mana arah karir yang akan dituju. Bila salah sejak awal dalam memilih jurusan dan program studi, maka hal itu akan berakibat fatal pada masa depan kita. Apalagi pilihan tersebut hanya didasarkan oleh desakan dan tekanan orang tua atau hanya ikut-ikutan tren teman. Pasalnya, setiap jurusan harus ditempuh dengan keseriusan studi oleh mahasiswa yang bersangkutan.
Ilmu yang diberikan di tingkat sarjana berisi konsep-konsep dasar untuk proses ilmu selanjutnya yang lebih matang di tingkat pascasarjana. Dasar-dasar keilmuan di tingkat sarjana harus dipelajari sungguh-sungguh oleh mahasiswa. Tidak ada mata studi yang mudah. Semua mata studi memerlukan ketekunan belajar dari mahasiswa.
Sarjana mencetak orang yang paham dalam hal konsep dan keilmuan sesuai jurusan. Ilmu yang dipelajari dapat dikatakan luas. Disamping pemahaman konsep yang baik, dilatih juga keahlian dan ketrampilan pada jurusan tersebut. Oleh karena itu, sejak semester pertama hingga pembuatan skripsi atau tugas akhir, mata kuliah yang diambil oleh mahasiswa begitu terstruktur dan sistematis mulai dari dasar-dasar ilmu tersebut hingga keahlian sesuai dengan minat khusus. Lulus dari tingkat sarjana, proses keilmuan akan dihadapi dengan tingkat keahlian khusus yang dapat ditempuh di pascasarjana.
Ilmu-ilmu yang dipelajari di tingkat pascasarjana hendaknya konvergen dengan ilmu yang didapat di tingkat sarjana atau S1. Misalnya, lulusan sarjana ekonomi mengambil jurusan magister manajemen untuk S2-nya. Pilihan tersebut sudah konvergen dan sesuai. Sarjana pertanian dari program studi agrobisnis (sosial ekonomi pertanian) mengambil program magister humaniora. Pilihan tersebut kurang konvergen, walaupun terdapat sedikit hubungan dalam hal pemahaman antropologi kemasyarakatan (sosial).
Ilmu yang dipelajari di tingkat S2 hanya bersifat pendalaman. Hal tersebut dapat digambarkan seperti dalam pengetahuan ilmu statistik. Di tingkat sarjana, ilmu statistik hanya sampai di rancangan percobaan. Di tingkat selanjutnya, rancangan percobaan itu dirinci lebih detil lagi dengan syarat-syarat penggunaan metode rancangan percobaan untuk studi kasus yang khusus. Studinya lebih rinci sesuai dengan bidang keahlian mahasiswa tersebut.
Hampir semua perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri menawarkan jenjang studi dari diploma, sarjana, pascasarjana hingga program doktoral. Tingkat kesulitan dalam hal persyaratan untuk menempuh pendidikan tinggi tergantung pada kebijakan yang diterapkan oleh perguruan tinggi tersebut atau tergantung grade dari perguruan tinggi tersebut. Tingkat kesulitan dan persyaratan yang ketat perlu diperhatikan oleh para calon mahasiswa. Grade tinggi biasanya menerapkan tingkat kesulitan dan persyaratan yang tinggi dan ketat pula.
Pascasarjana – Kesempatan Karir dalam Dunia Kerja
Setiap kelulusan sarjana pasti ingin terjun ke dunia kerja. Karir mereka bisa berada di BUMN, perusahaan-perusahaan swasta, dan bekerja sendiri. Sesuai dengan tingkat dan keahlian lulusan sarjana tersebut, BUMN dan perusahaan swasta banyak yang memerlukan tenaga mereka. BUMN dan perusahaan swasta menawarkan jenjang karir yang bagus untuk menarik lulusan sarjana sesuai keahlian.
Di kedua institusi tersebut, para lulusan sarjana harus berkompetisi dengan kompetitor yang lain untuk posisi strategis dan menapaki jenjang karir di atasnya. Entah nanti atas biaya sendiri atau perusahaan. Semakin tinggi derajat pendidikannya, maka akan semakin berpeluang besar menempati posisi di atasnya. Oleh karena itu, tidak heran banyak lulusan sarjana yang harus menempuh pendidikan di tingkat pascasarjana untuk mendapatkan posisi kerja yang baik di BUMN atau perusahaan-perusahaan swasta.
Karir di BUMN dan perusahaan swasta di Indonesia cukup menjanjikan pekerjanya untuk meningkatkan taraf tingkat kehidupannya. Kesempatan memperoleh jabatan tinggi sangat terbuka lebar dengan modal pendidikan yang memadai. Jenjang karir di tingkat eselon dua dan satu tidak cukup hanya berbekal lulusan sarjana. Minimal, mereka harus berbekal lulusan pascasarjana.
Karir di perusahaan swasta tergantung dengan kebijakan yang berlaku di perusahaan tersebut. Persaingan yang sehat pada kualitas sumber daya manusia di perusahaan swasta dapat membuka peluang yang sama dalam hal karir dengan pemilik perusahaan dan para pemegang modal perusahaan.
Karir di BUMN harusnya berisi dari orang-orang profesional yang bebas dari hubungan kekerabatan, kelompok, dan golongan. BUMN adalah milik rakyat. Setiap anak bangsa memiliki peluang yang sama untuk terlibat di dalamnya.
Pegawai organik maupun non-organik BUMN dapat bersaing dengan sehat dan fair untuk memajukan BUMN tersebut sesuai dengan posisinya. Jenjang pendidikan S2 dapat dimiliki oleh pegawai organik maupun non-organik. Mereka memiliki kesempatan yang sama. Profesional kerja dapat dengan mudah dilihat dari hasil kinerja orang tersebut bagi kemajuan BUMN tersebut.
Jenjang pascasarjana dapat dimiliki oleh kalangan pengusaha atau wiraswasta murni. Pengusaha membutuhkan titel atau gelar di atas level sarjana untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam hal mengatasi permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaannya. Sisi positif lainnya, citra, dan kualitas perusahaan tersebut terdongkrak naik. Output yang diharapkan bagi perusahaan yaitu kinerja perusahaan tersebut meningkat dengan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Jadi, pendidikan S2 tidak lagi dimonopoli oleh kalangan akademisi saja. Dosen di era sekarang harus berijasah minimal S2. Dengan tingkat pengetahuan dan wawasan yang luas diharapkan mampu menjawab tantangan dan masalah-masalah yang sedang terjadi di era ini. Masalah-masalah di zaman sekarang ini terbilang kompleks dan rumit. Pendekatan konsep yang sudah ada terbilang sudah usang. Perlu ada pembaharuan-pembaharuan yang mampu mengatasi masalah-masalah tersebut.
Output pascasarjana yang tidak mampu memecahkan masalah-masalah saat ini yang sedang terjadi hanya akan membuat gambaran buruk jenjang pendidikan di tingkat tersebut. Cita-cita bangsa ini yang mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat tidak selalu linier dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Pekerjaan rumah seperti ini perlu usaha penyelesaian terus-menerus oleh semua stakeholder bangsa ini.
Output lulusan S2 yang dapat memecahkan masalah-masalah saat ini yang sedang terjadi adalah harapan semua anak bangsa. Entah mereka yang berkarir di BUMN, perusahaan-perusahaan swasta, dan pengusaha mandiri dapat memberikan sumbangsih yang sangat berharga dan bernilai tinggi bagi bangsa dan negara.
Pascasarjana – Adanya Anomali Terselubung
Lulusan sarjana saat ini sudah tercemar dengan lulusan yang tidak berkualitas. Rendahnya sumbangsih sarjana bagi bangsa saat ini memang sudah memperlemah bangsa ini. Bagaimana tidak? Angka pengangguran lulusan sarjana sangat begitu besar. Banyak di antara mereka berada di jalan meminta dan menunggu orang-orang perusahaan untuk dipekerjakan. Kreativitas dan semangat perjuangan untuk membuat diri mereka sendiri bernilai dan berharga tidak ada. Kita semua tidak berharap lulusan pascasarjana bernasib sama seperti lulusan sarjana saat ini.
Sebenarnya ada fenomena menarik yang cukup direnungkan oleh kita semua. Gejala degradasi nilai lulusan S2 mulai terlihat. Lihat saja, angka penerimaan mahasiswa di tingkat S2 meningkat dengan tajam. Pada saat yang sama, umur kelulusan S1 semakin pendek. Ada anomali terselubung dari peningkatan angka mahasiswa di jenjang S2.
Lulusan S1 saat ini dapat ditempuh hanya dalam waktu singkat. Rata-rata lama studi mereka yaitu empat tahun. Jumlah lulusan mereka terbilang sangat banyak. Serapan dunia kerja terbilang sangat sempit. Angka pengangguran Indonesia masih berjumlah dua digit dan belum ada tanda-tanda beranjak turun.
Lulusan S1 yang tak terserap di dunia kerja ini memilih studi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pascasarjana. Walhasil, penerimaan mahasiswa di tingkat S2 makin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini yang mengakibatkan kekhawatiran kita semua. Dimana output S2 menjadi tidak berkualitas bagi sumbangsih ke publik. Perguruan tinggi sepertinya hanya berlomba-lomba buka pendidikan di jenjang tersebut tanpa melihat aspek-aspek lainnya. Gambaran dunia pendidikan saat ini layaknya hukum ekonomi “permintaan dan penawaran”.
Kita semua berharap pada tingkat kelulusan perguruan tinggi di jenjang pascasarjana memiliki tingkat integritas yang tinggi pada keilmuan dan penerapannya ke masyarakat. Bukan pada gelar yang akan disandang oleh mereka. Output dari mereka dapat dirasakan oleh bangsa dengan indikator yang paling mudah ‘kemakmuran dan kesejahteraan bersama’. Sumber daya manusia yang berkualitas tidak hanya dilihat dari huruf-huruf di belakang nama mereka, akan tetapi dari tindakan nyata yang dapat dirasakan oleh bangsa Indonesia ini.